Kue Saptu

Saat membereskan dapur, di sebuah laci saya temukan cetakan kue yang terbuat dari kayu. Kayu sepanjang kira-kira 30 sentimeter itu, terdiri dari beberapa cekungan, dengan motif kembang-kembang. Warnanya cokelat kehitaman.

Rupanya, inilah salah satu perangkat untuk membuat kue saptu, panganan khas warga Betawi menyambut Lebaran. Kue ini dibuat dengan menggunakan tepung kacang ijo. Dulu, almarhum ibu mertua ku biasa membuat kue ini.Tapi sekarang sudah tak ada yang mau bikin lagi dengan alasan ribet alias tidak praktis.

Rasanya enak, manis dan terasa ada sari kacang ijonya. Biasanya, hampir semua warga Betawi membuat kue yang satu ini sebagai kue wajib setiap lebaran. Sekarang, kue saptu bisa dibeli di toko-toko kue. Tapi kata orang-orang, rasanya lain. Tepung kacang ijonya kurang terasa.

Masih di laci yang sama, saya pun menemukan cetakan kue yang terbuat dari kaleng. Modelnya motif kembang kemangi. Aku masih ingat, dulu biasanya kue ini ada di kampung-kampung . Sebagian orang menjadikannya sebagai oleh-oleh. Tapi dipastikan, lebaran kali ini kue yang satu itu pun bakalan absen dari ruang tamu keluarga.

Namun, satu tradisi yang masih kuat terasa adalah tape uli yang dicampur dengan tape ketan hitam. Dua macam tape ini dimakan dengan cara tape uli yang tidak digoreng itu dicocolin ke tape ketam hitam. Tapi awas, jangan terlalu banyak sebab perut akan terasa panas.

Panganan lebaran di masyarakat Kemanggisan, seperti orang Jakarta pada umumnya adalah percampuran dari berbagai budaya seperti Belanda dan Cina. Seperti tape, asinan, atau kue nastar. Tapi tidak ada satu pun makanan khas Timur Tengah, misalnya nasi kebuli.

Ada satu lagi yang cukup unik, yaitu roti yang dimakan dengan cara mencocolkan pada sirup atau biasa disebut orson. Warnanya biasanya merah. Saya tidak pernah melihat orson yang berwarna selain merah. Cara makan seperti ini sudah berusia seratusan tahun. Diduga cara makan model ini diadaptasi dari gaya Belanda, karena ada roti dan sirup.

Masyarakat Betawi adalah masyarakat yang terbuka terhadap hal-hal baru. Mereka tidak segan mengambil budaya pakaian atau makanan dari budaya lain selama itu terasa nyaman.

Pertemuan tradisi kuliner warga Betawi setiap Lebaran tidak lebih sebagai cerminan sebuah masyarakat yang menghargai keberagaman.

Sumber:http://kemanggisan.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

BENS (Betawi Netral Solidaritas)

BENS (Betawi Netral Solidaritas)
Created by ASMAT SHOLEH

Jam Berape Cing?

Tentang Kami

Bens (Betawi Netral Solidaritas) hadir sebagai sebuah organisasi yang berdasarkan ideologi sosial kemasyarakatan mencoba merubah hal tersebut. Dari masyarakat yang berpola hidup konsumtif harus dirubah menjadi masyarakat yang berpola produktif. Dari masyarakat penikmat menjadi masyarakat penggagas dan pencipta. Dari masyarakat pengikut menjadi masyarakat pelopor. Dari masyarakat individual menjadi masyarakat yang saling asah, asih dan asuh dalam budaya gotong royong dan semangat kekeluargaan.

Visi:
Manjadikan masyarakat yang lebih harmonis sebagai mahluk sosial dalam berbudaya, bermasyarakat, bergotong royong dan berkerohanian

Misi:
Menjalankan kehidupan sosial budaya masyarakat yang produktif, penggagas, pencipta, pelopor dan saling asah, asih, asuh dalam berbagai bidang baik dalam kebudayaan, perekonomian dan kerohanian